Dana haji sebesar Rp11 triliun segera dialihkan dari bank konvensional ke bank syariah dengan jangka waktu 1 tahun, dan sesuai dengan tuntutan jamaah haji indonesia, ke depan seluruh dana haji sudah dikelola dengan sistem syariah.
Pernyataan tersebut dikemukakan anggito abimanyu kepada pers di Jakarta, Rabu (17/4), yang sebelumnya menyelenggarakan pertemuan dengan kalangan perbankan di lantai II Gedung Kementerian Agama (Kemenag).
Bagaimana mekanisme migrasi dana haji sebesar itu, menurut Anggito diserahkan kepada internal bank. Bank Penerima Setoran (BPS) nanti dikenai persyaratan, yaitu antara lain tidak dibenarkan menjadi bank dan talangan haji dan bank bersangkutan pun harus masuk dalam program penjamin lembaga penjamin simpanan (LPS). Bank bersangkutan harus menyatakan kesanggupannya. Jika persyaratan tersebut tak diindahkan, maka tidak disertakan sebagai BPS dana haji.
Masa transisi migrasi dana haji dari bank konvensional ke bank syariah durasinya selama satu tahun, tegas Anggito. Ia pun akan menunjuk tiga bank koordinator.
Diakuinya bank syariah tak semua memiliki cabang di daerah terpencil. Karena itu jika ada Jemaah haji menyetor dana ke bank konvensional masih dibenarkan, dengan catatan bank konvensional hanya boleh mengendapkan uang selama lima hari.
Menurut Anggito, seluruh proses migrasi dana haji akan dievaluasi setelah enam bulan berjalan. Tujuan dari pemindahan dana tersebut untuk melayani Jemaah lebih maksimal lagi.
Disebutkan, pemindahan dana haji tersebut sudah sesuai Peraturan Menteri Agama PMA) Nomor 30 tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Kebijakan tersebut, menurut pemerhati haji yang tak mau di sebut namnya, kini pengelolaan dana haji makin mencerminkan ketegasan keberpihakan kepada jemaah haji. Karena itu, regulasi yang dikeluarkan itu diharapkan memberikan ketertiban dan semangat dalam tata kelola biaya penyelenggaraan ibadah haji. Tentu saja unsur akuntabelitas, transparansi dan good governance sebagai pondasi dari implementasii kebijakan tersebut.
Kebijakan yang baru tersebut diharapkan menjadikan pengelolaan dana haji yang makin baik. Selama ini publik memberi stigma bahwa pengelolaan dana haji rentan terhadap kebocoran.
Hal ini merupakan usaha kerja keras dari Ditjen PHU dan jajarannya membuahkan hasil sedemikian rupa, termasuk juga telah ditetapkannya Peraturan Menteri Agama ( PMA) Nomor 30 tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebagai wujud semangat pengelolaan dan implementasi dari kebijakan dana haji.
Kondisi sekarang penempatan dana haji di sukuk sebesar Rp35 triliun atau sekitar 63 persen, pada bank syariah sebesar 17 persen dan sisanya di bank non-syariah sebesar 20 persen.(ant/ess)
Pernyataan tersebut dikemukakan anggito abimanyu kepada pers di Jakarta, Rabu (17/4), yang sebelumnya menyelenggarakan pertemuan dengan kalangan perbankan di lantai II Gedung Kementerian Agama (Kemenag).
Bagaimana mekanisme migrasi dana haji sebesar itu, menurut Anggito diserahkan kepada internal bank. Bank Penerima Setoran (BPS) nanti dikenai persyaratan, yaitu antara lain tidak dibenarkan menjadi bank dan talangan haji dan bank bersangkutan pun harus masuk dalam program penjamin lembaga penjamin simpanan (LPS). Bank bersangkutan harus menyatakan kesanggupannya. Jika persyaratan tersebut tak diindahkan, maka tidak disertakan sebagai BPS dana haji.
Masa transisi migrasi dana haji dari bank konvensional ke bank syariah durasinya selama satu tahun, tegas Anggito. Ia pun akan menunjuk tiga bank koordinator.
Diakuinya bank syariah tak semua memiliki cabang di daerah terpencil. Karena itu jika ada Jemaah haji menyetor dana ke bank konvensional masih dibenarkan, dengan catatan bank konvensional hanya boleh mengendapkan uang selama lima hari.
Menurut Anggito, seluruh proses migrasi dana haji akan dievaluasi setelah enam bulan berjalan. Tujuan dari pemindahan dana tersebut untuk melayani Jemaah lebih maksimal lagi.
Disebutkan, pemindahan dana haji tersebut sudah sesuai Peraturan Menteri Agama PMA) Nomor 30 tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).
Kebijakan tersebut, menurut pemerhati haji yang tak mau di sebut namnya, kini pengelolaan dana haji makin mencerminkan ketegasan keberpihakan kepada jemaah haji. Karena itu, regulasi yang dikeluarkan itu diharapkan memberikan ketertiban dan semangat dalam tata kelola biaya penyelenggaraan ibadah haji. Tentu saja unsur akuntabelitas, transparansi dan good governance sebagai pondasi dari implementasii kebijakan tersebut.
Kebijakan yang baru tersebut diharapkan menjadikan pengelolaan dana haji yang makin baik. Selama ini publik memberi stigma bahwa pengelolaan dana haji rentan terhadap kebocoran.
Hal ini merupakan usaha kerja keras dari Ditjen PHU dan jajarannya membuahkan hasil sedemikian rupa, termasuk juga telah ditetapkannya Peraturan Menteri Agama ( PMA) Nomor 30 tahun 2013 tentang Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebagai wujud semangat pengelolaan dan implementasi dari kebijakan dana haji.
Kondisi sekarang penempatan dana haji di sukuk sebesar Rp35 triliun atau sekitar 63 persen, pada bank syariah sebesar 17 persen dan sisanya di bank non-syariah sebesar 20 persen.(ant/ess)